Tiga putriku sedang liburan ke Jakarta. Hari ini aku berencana mengajak mereka ke Museum Lubang Buaya dan Taman Mini Indonesia Indah. Kasihan mereka di desa terus, sesekali biar tahu keindahan kota. Karena belum punya mobil, aku pinjam satu motor dari teman untuk anak-anakku yang sudah SMU. Sementara yang terkecil berboncengan denganku. Tujuan pertama adalah Museum Lubang Buaya.
Museum Lubang Buaya dibangun dan diresmikan di era Presiden Soeharto. Tujuannya adalah untuk mengenang perjuangan para pahlawan revolusi demi membebaskan Indonesia dari ancaman ideologi komunis. Kompleks Museum Lubang Buaya terdiri dari Monumen Pancasila Sakti, Ruang Penyiksaan, Museum Pengkhianatan PKI, Dapur Umum PKI, Pos Komando PKI, Museum Paseban, Ruang Teater serta Sumur Maut berkedalaman 12 meter dan berdiameter 75 cm yaitu tempat dikuburnya ketujuh jenderal yang diculik PKI.
Di Museum Pengkhianatan PKI sebelum ruang diorama, terdapat ruang yang menampilkan tiga mosaik, antara lain korban keganasan pemberontakan PKI di Madiun pada 1948, pengangkatan jenazah 7 pahlawan revolusi di Lubang Buaya pada 4 Oktober 1965, dan Sidang Mahkamah Militer Luar Biasa terhadap para tokoh PKI tahun 1966-1967.
Yang jadi pertanyaan, kenapa dinamakan Lubang Buaya? Apakah sumur tersebut hasil galian buaya untuk sarang? Ternyata tidak kawan. Lubang Buaya adalah nama sebuah jalan sekaligus kelurahan yang ada di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Di daerah ini dulunya ada sungai yang dipenuhi hewan buaya. Bukan hanya buaya yang tampak mata saja, ada pula buaya tak kasat mata, yaitu siluman buaya putih (Sementara buaya daratnya lagi baca artikel ini. Hahaha...). Buaya-buaya gaib itu dapat diatasi oleh ulama yang bernama Pangeran Syarif atau Datok Banjir. Maka sejak itulah daerah tersebut dinamakan sebagai Lubang Buaya.
Desa Lubang Buaya pada tahun 1965 tidak ramai seperti sekarang. Saat itu di Jakarta Timur masih berupa kebun dan hutan, termasuk di dalamnya hutan karet dan kondisinya masih sepi. Desa Lubang Buaya pada waktu itu hanya ada 13 rumah yang letaknya saling terpencar jauh. Satu kawasan hanya ada tiga rumah dan satu sumur.
Daerah Lubang Buaya akhirnya jadi tempat pembunuhan dan pembuangan 6 perwira tinggi dan 1 perwira menengah TNI AD. Mereka adalah Letjen Ahmad Yani, Mayjen MT Haryono, Mayjen S. Parman, Mayjen R. Suprapto, Brigjen DI Pandjaitan, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Lettu Pierre Tendean.
Karena Si Kecil tidak menikmati wisata di sini, akhirnya kami bergegas ke Taman Mini Indonesia Indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar