Lawang Sewu merupakan julukan gedung yang dibangun sebagai kantor pusat NIS (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij), dalam bahasa Jawa yang berarti 'Pintu Seribu'. Karena yang buat orang Belanda untuk beradaptasi dengan iklim lembap dan panas di Indonesia, desain bangunan ini memiliki banyak ruang serta memiliki sekitar 1.000 jendela yang tinggi-tinggi dan besar-besar sehingga dikira sebagai 'Pintu'. Jumlah asli Pintu di bangunan ini hanya 429 buah. Gak percaya? Hitung aja sendiri.
Arsitek Lawang Sewu adalah Cosman Citroen. Lawang Sewu bergaya Hindia Baru, istilah yang diterima secara akademis untuk Rasionalisme Belanda di Hindia. Kompleks Lawang Sewu terdiri dari dua bangunan yaitu gedung A dan B serta C dan D. Bangunan A menghadap bundaran Tugu Muda untuk memperingati Pertempuran Lima Hari. Di gedung A terdapat menara kembar yang awalnya digunakan untuk menyimpan air, masing-masing dengan kapasitas 7.000 liter. Gedung B terletak di belakang gedung A, setinggi tiga lantai dengan dua lantai pertama terdiri dari perkantoran dan yang ketiga adalah loteng. Gedung C dan D, menghadap Jalan Pemuda.Konstruksi dimulai pada tahun 1904 dengan bangunan A yang selesai pada tahun 1907. Sisanya rampung pada tahun 1919. Pada Awalnya digunakan untuk Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij, perusahaan kereta api pertama di Hindia Belanda.
Selain desain bangunanya yang unik, Lawang Sewu memiliki ornamen kaca patri pabrikan Johannes Lourens Schouten. Kaca patri tersebut bercerita tentang kemakmuran dan keindahan Jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia, kota maritim serta kejayaan kereta api. Di bawah bangunan juga terdapat sebuah lorong bawah tanah yang pada awalnya berfungsi sebagai saluran air. Hiasan lain pada Lawang Sewu antara lain ornamen tembikar pada bidang lengkung di atas balkon, kubah kecil di puncak menara air yang dilapisi tembaga, dan puncak menara dengan hiasan perunggu.
Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada tahun 1942, tentara Jepang mengambil alih Lawang Sewu. Ruang bawah tanah gedung B diubah menjadi penjara, tempat penyiksaan dan eksekusi mati dilakukan di dalamnya. Hal inilah yang menyebabkan Lawang Sewu dikenal angker. Banyak wisatawan masuk ruangan ini semata-mata penasaran dengan hantu. Ada dua hantu yang paling eksis di tempat ini, noni Belanda yang melakukan bunuh diri, serta penampakan hantu tanpa kepala. Hati-hati ya kalau foto selfie tiba-tiba ada mereka di hasil fotonya (hihihi....).
Ketika Semarang direbut kembali oleh Belanda dalam pertempuran di Semarang pada Oktober 1945, pasukan Belanda menggunakan terowongan yang mengarah ke gedung A untuk menyelinap ke kota. Pertempuran terjadi dengan banyak pejuang Indonesia gugur. Setelah perang, tentara Indonesia mengambil alih kompleks. Bangunan tersebut kemudian dioperasikan oleh Djawatan Kereta Republik Indonesia (DKARI). Pada tahun 1992 bangunan ini ditetapkan sebagai cagar budaya.
Saat ini Gedung Lawang Sewu dimanfaatkan sebagai museum yang menyajikan beragam koleksi dari masa ke masa perkeretaapian di Indonesia. Koleksi yang dipamerkan antara lain: koleksi Alkmaar, mesin Edmonson, Mesin Hitung, Mesin Tik, Replika Lokomotif Uap, Surat Berharga dan lain-lain. Lawang Sewu menyajikan proses pemugaran gedung Lawang Sewu yang terdiri dari foto, video, dan material restorasi. Mendekati pintu keluar, terdapat perpustakaan berisikan buku-buku tentang kereta api.
Selain menjadi tempat wisata sejarah, Gedung Lawang Sewu juga dapat disewa untuk kegiatan Pameran, Ruang Pertemuan, Pemotretan, Shooting, Pesta Pernikahan, Festival, Bazar, Pentas Seni, Workshop, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar